Selasa, 28 Oktober 2014

Ketika Kata yang Menggambarkan Resah

Standard


Hari-hari menjadi seorang kelas duabelas itu melelahkan, Jendral!

Sepertinya semua yang ada di sekeliling tak ada beda dengan yang sudah-sudah. Namun, mengapa semua berubah rasa ketika kelas duabelas telah menjadi beban baru dalam tumpuan bahu. Beban itulah yang beranak menjadi bermacam pikiran. Ikhlas dan sabar mungkin kunci dari gembok masa depan itu sendiri.
Deadline tugas menumpuk meraung minta untuk dijamah, sebagai manusia normal, semua butuh skala prioritas. Tak ada hasil yang maksimal ketika tiada yang dikorbankan. Pastilah, ada yang merasa tersisihkan. Itu semua kehidupan, yang harus terus diselami untuk mendapat mutiara dari kehidupan itu sendiri. Bekal masa depan.

Tidak ada orang yang mau mengulang kesalahan untuk kesekian kali, untuknya berhati-hati dan introspeksi itu perlu. Bersyukur di kelas duabelas ini banyak pengalaman yang kubawa sedari dulu. Meski semua tak sempurna ketika diaplikasikan.
Manusia yang sering digadang-gadang sebagai makhluk Allah paling sempurna, pastilah memiliki celah dalam bangunan kesempurnaan dalam dirinya. Tak semua sisi dapat  membahagiakan semua orang, terlebih kepada orang yang memiliki rasa tinggihati.
Lelah batin ketika merasa ada kurang dalam diri yang biasanya tampak melengkapi tawa kini hilang tak berjejak. Hambar meniti waktu dengan hati menggerutu, tak berujung. Apakah kini tiada kata yang sanggup untuk menjalin lagi tawa ? Yang biasa menertawakan keadaan tanpa komando sekalipun?
Lelah raga ketika tugas mulai bangkit dan mengejar setelah lelah meraung. Bertubi-tubi merobohkan bangunan imun dengan deadline yang semakin mengikat. Butuh piknik, butuh tamasya, jendral! Butuh waktu panjang untuk istirahatkan raga.
Lelah pikiran ketika kosakata telah habis di almari penggerak system tubuh. Memeras layaknya parutan kelapa yang sudah tak mampu untuk menghasilkan santan yang baik. Begitulah sekiranya sisi puitis ini menggambarkannya.
Sekiranya selalu ada Yang Kuasa untuk mengadu dan bercerita ketika dunia tak jua beri jawaban atas lelahmu yang terlalu mengekang. Ataukah diri yang terlalu lemah untuk mendapat ujian hidup sebagai sebagaian perjalanan manusia di bumi manusia ini. Yang jelas, kutulis ini sebagai sisi diri yang lelah dan yakin akan kekuatan racikan kata mampu mewakili perasaan dalam tumpahnya rasa di setiap kata yang berjajar.
Semoga semua akan baik saja dan menjadi kenangan yang indah di kelas duabelas ini. Kelas yang menentukan dirimu besok. Tempat di mana semua akan selesai dikenang di masa SMA.
Semoga tawa akan tetap bersanding dengan lelah yang akan terus menjadikan ikhlas di setiap perjalanan hidup. Selamat berjuang semoga Allah selalu mendengar doa kita.

Rumah Kakek, dengan resah.
27 oktober 2014.

0 komentar:

Posting Komentar