Rabu, 09 Juli 2014

Review Relationshit (Alitt Susanto)

Standard


Cover Depan Relationshit
Saya akan me-review buku ketiga dari seorang penulis bernama Alitt Susanto, buku ketiganya yang baru rilis pada bulan Mei 2014 kemarin, Relationshit.  Buku yang sudah sekitar 3 minggu yang lalu selesai saya 'khatamkan', tapi karena di sini sangat jarang sinyal yang bagus, maka jadilah saya fakir Wi-Fi yang jauh akan jangkauan area hotspot.
 Kenapa saya tertarik untuk me-review buku ini ? Karena buku ini adalah buku yang sarat akan pesan yang terjadi di kehidupan kita sehari-hari yang (mungkin) banyak yang kita tidak sadari.
Baiklah, biarkan saya mulai dengan satu quote yang ada di dalam buku ini. 

“Terima kasih. Dari kamu aku belajar: Hidup tanpa punya apa-apa memang pedih, tapi lebih pedih lagi kalo hidup tanpa siapa-siapa.”- Relationshit, Alitt Susanto.

Relationshit diterbitkan oleh penerbit Bukune di Jakarta pada bulan Mei 2014. Genre dari buku ini adalah Novel/Pelit (Personal Literature). Ditulis oleh penulis gokil yang (menurut saya  pribadi) sangat peka terhadap keadaan, Alitt Susanto. Buku ini terbit setelah buku Shitlicious dan Skripshit terbit dahulu.
Saat kalian telah mempunyai buku ini, saya harap jangan melewatkan satu tulisan pun yang ada di buku ini. Meskipun tidak ada pesan yang berarti di setiap kalimatnya yang kalian dapat, namun saya yakin akan ada tawa maupun senyum simpul yang mengembang di wajah kalian.

Ditanda tangani dan dikasih harapan sama penulisnya waktu di Amplaz
Ada sebelas bab di dalam buku ini, yang masing-masing bab menceritakan pengalaman hidup penulis. Oiya, jika kalian berpikir ini buku hanya bercerita soal hubungan antara remaja dengan remaja atau hubungan percintaan antara penulis dengan mantan-mantan kekasihnya yang sudah terlalu biasa dalam novel-novel yang lain. Anda salah. Buku ini secara garis besar menceritakan hubungan antara penulis dengan kerabat-kerabat dekatnya. Contoh, mantan kekasih, kakek-nenek, adik, teman, dan lain-lain bahkan dengan benda mati. Hubungan dengan Yang Maha Kuasa? …. Ada.
Buku ini diawali dengan kisah penulis yang gagal dalam urusan cintanya dengan mantan-gebetannya karena ia tidak nyaman dengan kelakuan mama-mantan-gebetannya. Di bab-bab seelanjutnya ada cerita ia yang harus berpisah dengan teman dekatnya yang membuat kita akan semakin mengerti apa itu makna sahabat.
Saya pribadi sangat terkesan akan gaya penulisan Alitt dalam bukunya ini. Ia sangat konsisten untuk selalu menyelipkan komedi di beberapa paragraf dalam satu bab tanpa meninggalkan kekhidmatan dan pesan yang terserap.
Benar apabila banyak yang berkomentar jika buku ketiganya ini lebih banyak pesan yang diambil dari buku-buku sebelumnya. Ini artinya, Alitt selalu bisa mengembangkan gaya penulisannya dan ide cerita supaya tidak ‘basi’ oleh zaman.
Sebagai pembaca saya sangat tertarik dengan bab Long Distance Relain-ship dan Gue adalah Anak Eyang. Jujur saja jika di bab Long Distance Relain-ship saya merasa bisa masuk sebagai tokoh cerita yang dibangun oleh Alitt. Bukan, bukan soal pengalaman pribadi, tapi lebih karena Alitt bisa memasukkan ‘roh’ tokohnya ke pembaca. Di bab Gue adalah Anak Eyang, saya kagum terhadap Alitt yang bisa bangkit menjadi orang yang sukses dengan latar belakang yang menurut financial kurang mendukung. Inspiratif. Dan tetap, berbalut komedi yang segar.
Karena di setiap bab yang Alitt tulis di bukunya ini selalu menyisakan kata-kata dalam hati, “Kok iya ya?” atau “Eh iya.” Atau “Ah sama. Kampret.”  Ya semacam itulah. Jadi kayak menampar diri sendiri aja. Pokoknya mewakili.
Dari tulisan-tulisan Alitt entah di blog atau buku atau bahkan temlen twitter, saya (atau kita) akan mendapat pencerahan baru mengenai semangat berkarya. Nggak percaya? Buktikan saja sendiri nih di shitlicious.com atau cari buku-bukunya aja di toko buku.
Good Job Mas Alitt!
Semangat pagi! Tetap berkarya! Tetap mencoba!

0 komentar:

Posting Komentar