Nglanggeran, 4 Maret 2014
Gelapnya malam di puncak Gunung Api Purba |
Matahari siang ini tampak
malu-malu untuk menampakkan wujud utuhnya. Hanya awan yang sedikit mendung itu
sebagai perisai menutupi hampir seluruh matahari siang ini. Aku tetap pada
posisiku di belakang kemudi motor matic merah
untuk membawaku ke Wonosari siang ini. Hampir di pertengahan jalan aku
terkepung oleh rintikan hujan, untungnya hanya beberapa daerah saja yang sudah
mendapat “jatah rejeki”dari-Nya.
Sekitar pukul 14.30 aku sampai di
Wonosari dengan keadaan yang siap untuk berjelajah. Jalanan tampak lenggang tak
banyak kendaraan wira-wiri di jalanan
aspal hitam ini. Aku sudah beranjak dari rumah dengan memakai sepatu lengkap
dengan perlengkapan dalam tas. Seperti berlomba dengan waktu aku menarik gas
sepeda motor dengan kecepatan (sedikit) di atas normal.
Tampak dari depan kos teman,
motor temanku yang lain sudah terparkir. Ternyata belum sia-sia olehku menarik
gas motorku, belum ada orang. Oh God!!
Mendadak aku tergeletak dengan santai di halaman kos dengan tangan dan kaki
bergetar (Ini hanya adegan rekayasa yang dilakukan model)
Sudah hampir 30 menit kami
menunggu teman. Akhirnya kami berangkat menuju tempat tujuan kami. Motor kami
masing-masing sudah terparkir di dekat rumah warga, bermaksud menunggu para
maskulin datang. Iya, menunggu lagi. Sungguh buruk -_-
Jalan menuju Gunung Api Purba,
Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul tak buruk-buruk banget, hanya saja
menanjak-menurun. But, make your feeling
so happy :D setelah sampai kami membeli tiket masuk dan menunggu lagi teman
maskulin kami yang masih menunggu hujan reda di tempat lain.
Hujan sudah tumpah ke bumi dengan
kilat lanjut petir yang menggelegar membuat beberapa orang tersontak kaget dan
reflek menutupi telinga masing-masing. Terpaksa, kami tak berani menembus hujan
yang masih galak itu. Kami duduk di pendopo dan menunggu hujan reda. Ohh iya
menunggu lagi -_-
Akhirnya hujan sudah semakin reda
dan suasana sudah menjadi lebih baik. Kami bersembilan mulai pendakian sore
dengan bertemankan hujan gerimis dan kekompakkan. Sedikit demi sedikit air
hujan menembus pakaian yang membalut tubuh kami, tak ada waktu 15 menit kami
sudah basah dengan beban air yang tertahan di masing-masing baju kami. Kaki
mulai menapaki jalur pendakian yang sudah mulai becek karena hujan tadi. Tak
apa, kami tetap melaju dan saling menunggu teman.
Sebelumnya aku pernah bilang “Harus berani ambil resiko.” Nah meski
kaki sudah tak mampu untuk lebih cepat dari biasanya, sebisa mungkin tetap
ingin menaklukan medan yang semakin menantang ini.
“Ayo, semangat tip. Sunset tip..
harus terbayarkan!!” teriak temanku di tengah hujan gerimis yang menemani
kami bertiga di belakang dari barisan. Semuanya menjadi hebat, para maskulin
yang biasanya hanya terlihat cuek dengan laptop dan games di dalamnya menjadi layaknya heroes kami untuk pendakian sore ini.
Bahkan, mereka dengan senang hati
menunggu kami berhenti di beberapa pos. Haha,
so thanks a lot hey maskulin :D
Ini quotes dari mereka yang
menjadi moodbooster :
“Kancane do ditungguni.”
“Mengko nek kesel leren rapopo.”
“Mengko bar iki apik pemandangane.”
“Ayo, sedilit meneh pos.”
Dan masih banyak lagi.. ah
kereeennnn.. you’re rawk guys!!!
Tepat adzan maghrib berkumandang kami
berada tepat di puncak Gunung Api Purba. Yeaahh, terabayarkan capeknya. Meski
tak mendapat sunset seperti target
pertama kami, tapi tak apa pemandangan kota yang berhias lampu terlihat cantik
dan menarik dari atas. Dengan kerja keras dan berani ambil resiko kami bisa
mendapat apa yang kami inginkan. Tak hanya itu, rasa kekeluargaan dan kompaknya
dapet. Rasanya ingin berteriak panjang di atas, rasanya pengen nginep aja, tapi
tak bisa. Kami harus segera turun.
saat turun, kami lebih
mengutamakan kebersamaan. Canda tawa kami tetap ada di sepanjang perjalanan.
Juga tak jarang diantara kami jatuh terpeleset karena tidak konsentrasi dengan
jalan, kosentrasi kami pindah ke lawakan para maskulin alhasil jatuh, terpeleset,
tertawa terbahak dsb lah :D para maskulin pun tak ubahnya menjadi heroes kami lagi. Ah thanks ya thanks :D
Mie rebus, mie goreng, mie ayam,
the hangat, kopi hangat menjadi pelengkap malam dingin kami setelah pendakian
sore yang melelahkan tapi seru. Di warung kopi yang menjadi sesak itu karena
kedatangan kami, kami saling bercerita tentang apa saja yang menjadikan suasana
menjadi lebih mengasyikkan.
Dari pemdakian itu, dapat kami
ambil pelajaran tentang kebersamaan, kekompakkan, saling menyemangati dan tak
mengagungkan keegoisan. Sepertinya sifat asli kami terlihat karena menyatu
dengan alam.
Ke mana kita selanjutnya? Awal
yang baik bukan? ;)
Tambahan: Sepatu Lifta menjadi 4
bagian dari 2 pasangan yang asli. :p Niki hampir tidur di halaman kos karena
hampir kemaleman :p Latifah nunggu ayahnya buat pulang malam itu :p
Lifta bersama sepatunya yang malang |
0 komentar:
Posting Komentar