Selasa, 01 April 2014

Macet dan Gunungkidul

Standard


Gunungkidul, 30 Maret 2014

Awalnya sih nggak mau ikut, tapi diajak ibu itu rasanya tidak sanggup untuk menolak, (padahal emang dasarnya pengen). Rencana, kami yang terdiri dari Bapak, Ibu, Adek-adek, Kakak sepupu, Budhe-budhe, Pakdhe dan saya sendiri (sekalian aja sebutin satu trah) pergi ke Jogja untuk suatu keperluan yang tak mungkin aku tulis di sini, jadi tolong jangan kecewa yaa.. *tetep songong*
Berangkat sih pukul 13.30 udah dari rumah, tapi mulai berangkat ke Jogja itu baru pukul 16.30. hahahaa. Mobil pan*her berbalut warna hijau tua keluaran tahun 1995an ini kami cus ke Jogja dengan riangnya, saking riangnya kami bernyanyi-nyanyi di dalam mobil. Tapi kalo aku riangnya karena sebuah alasan yang sangat melegakan, itu adalah karena kemudi mobil dikuasai penuh oleh Pakdhe yang notabene lebih lihai dari ayahku sendiri hahaha *ketawa jahat*. Kenapa? Karena jalanan Wonosari-Jogja sangat padat men! Merayap! Hap! Lalu ditangk…..
Nggak heran, liburan panjang di weekend ini memang benar-benar dimanfaatkan oleh banyak keluarga entah dari dalam kota atau luar kota untuk berlibur di beberapa pantai di Gunungkidul. Ah memang mempesona kok, nggak heran jugaa :))) *mencoba tangguh*
Aku membawa sebuah novelku yang belum sempat terselesaikan (padahal dibuka aja belum).
Novel dari seorang penjelajah twitter bernama Zia Ulhaq (@zulhaq_) dengan judul Home Tweet Home menemani detik demi detik yang menjadikannya menit di dalam mobil. Terimakasih..
Kebayang nggak macet padat merayap dan di depan belakang banyak banget bis-bis luar kota yang mengerikan bagai tugas liburan yang menumpuk? Rasanya kayak dapet nilai dibawah KKM dan kamu harus mengulangnya sendiri di ruang guru yang serasa pengap. Iya kayak gitu.
Yang harusnya bisa 2 jalur dalam satu jalan raya, ini bisa-bisanya disulap langsung jadi sejalur setengah (kalo saya bilang) dalam satu jalan raya. Hebat manusia sekarang ya, ckckck. Mobil bapak pun akhirnya ngikut juga (akhirnya). Hahaha ternyata saya juga termasuk orang hebat bukan?
Mungkin polisi lelah menanganinya, aku yang hanya bisa menatap miris dari dalam mobil nggak tau harus bagaimana mengatasinya. Ya mungkin satu-satunya jalan adalah sabar. Sabar pak polisi, bapak pasti bisa kok! *kirim doa*
Tak ada bedanya ketika perjalanan pulang. Kendaraan dari arah berlawanan, sebut saja arah Wonosari menuju Jogja begitu padat merayap. Nggak putus-putus. Mungkin panjangnya (baca: lamanya) hubungan seseorang tak ada yang mampu menandingi macetnya jalan Wonosari-Jogja malam ini. *ketawa sinis*
Alhasil, sebagai akibatnya rumah makan yang terkenal lezatnya di pinggir-pinggir jalan raya terpaksa segera tutup karena habisnya stock menu hari ini. Sial. Aku menahan lapar dengan imutnya sambil membaca novel dengan bantuan sinar lampu dari kendaraan di belakang. Cemerlang bukan? *ketipketip*
Rencana A sih ke rumah makan bakmi jawa, tapi dengan terpaksa seisi mobil harus menahan lapar sedikit lebih lama. Lanjut ke rencana B, ke rumah makan ayam goreng, taraaa hasil nihil lagi. Rencana C ke rumah makan yang baru, namun fakta berkata lain. ya aku merasa ditertawakan keadaan. Dan saatnya aku bilang “This is the end of your life.” *terkapar*
Finally, kami loncat ke entah rencana ke berapa. Kami makan di depan rumah makan lesehan di depan rumah budhe. Iya, di depan rumah budhe. Hih! Tapi tak apa, tetap lezat dan Alhamdulillah rasa lapar udah pergi jauh-jauh melancong ke negeri seberang. :p
Macet masih menggelayuti pikiran, bagaimana tidak? Sudah sampai di tengah kota Wonosari, antrian kendaraan yang ingin bebas tetap saja tiada putus. Memang Gunungkidul mempunyai segudang keindahan yang (mungkin) belum semua terjamah. Sekarang waktunya Gunungkidul mempunyai nama, saatnya Gunungkidul menjadi pusat amatan para wisatawan. Saatnya Gunungkidul lebih mempunyai nama di setiap sudut nusantara. Semoga.. amiinnn.. :)
“Gunungkidul, The Hidden Paradise of Jogja” - @KabarGunkid

0 komentar:

Posting Komentar